Seutas kenang
Aku tak pernah menyalahkan waktu, ketika ia mempertemukan aku dan kamu, dalam kita. Berbagi tawa pada keheningan malam, tempat kita meracik cerita yang terbungkus dalam canda. Tentang rasa, tentang cinta yang ada. Ada dan nyata. Hingga pada sebuah ketika, problema merengkuh rasa kita. Tegas ambisi begitu kuat mendekap nalarku, akanmu. Dan bukan pada mata pun telinga yang terbuta di ketulian logika, namun hati terperangkap dalam fatamorgana cinta.
"Aku sayang kamu, Kak!" ujarku waktu itu, diantara peluh mata yang menyungai ke dasar jiwa, "aku takkan sanggup tanpamu, bukankah kita pernah berjanji untuk selalu bersama, hingga salah satu di antara kita tiada!" pekikku, membuatmu kembali arahkan tubuhku merebah pada sebidang datar dadamu.
Kuterdiam dalam pelukanmu, menahan isak tangis yang terus mendesakku. Namun aku kembali tak berkutik, ketika sebuah rasa hangat kembali menjalar dalam nadiku. Kenapa? Kenapa aku begitu merasa nyaman dalam pelukanmu? bisikku lirih dalam hati.
"Dek!" lembut suaramu mengecup pendengaranku, "bukankah Kak pernah bilang, bahwa Tuhan takkan salah memasangkan hati kedua umatnya, sepasang jiwa adalah satu, yang takkan tertukar dengan jiwa milik yang lain. Maka, jangan pernah mengeluh dengan takdir, Ade' percaya jodoh kan?" tatapan itu menguasa dalam pandanganku, "jika memang kita ada jodoh, Kak akan jadi milik Ade'. Kak minta, lakukanlah semua dengan senyuman Dek, seperti saat pertama kali senyuman itu yang telah membuatku jatuh hati padamu," aahh Kak, lagi-lagi kau mampu cipta senyum yang terpaksa kubuat manis di antara perihku.
**
Kini, waktu pun berlalu. Ku hanya mampu mengenangmu dalam jauhmu. Bagiku, mengenangmu adalah sebuah keindahan, karena mencintaimu tak cukup sebatas kata, namun juga doa.
"Kak, aku akan bahagia meski sekedar membayangkanmu bahagia, dengan siapapun engkau melewatkannya. Mungkin aku naif, ketika aku ucap 'baik-baik saja' padamu. Namun aku tak ingin engkau tahu, bahwa luka ini sering menjemput air mata ketika rinduku menggelayut paksa akanmu."
Biarlah, aku sebatas cerita untukmu. Serupa waktu yang tak lagi diingat, kecuali tentang apa yang pernah ada, antara kita. Bagiku, engkau tetap sebuah wacana indah, yang takkan pernah habis aku baca. Meski bab tentangmu, sudah sampai pada ujung cerita.
Terimakasih untuk segala, Kak!
5 Komentar:
hiks ... hiks ... hiks :'(
Cup ... Cup ... Cup ... !
(Sambil nyodorin taplak meja)
Hehehe, keren dek :)
Ahh kamu mas, tak se-keren karya2 mas ... :)
beneran keren dek, mengena di hati ^_^
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda