Sabtu, 29 November 2014

Remaja

SMA; adalah sebuah masa yang paling indah di usia remaja, penuh cerita juga dilema, penuh liku pada luka laku sebuah tema, cinta. Dan ya ... begitu jua denganku. Namaku Rara, aku kelas 2 di salah satu SMA Negeri favorit di kotaku, Jember. Dan inilah kisahku.

Menjadi seorang aktifis sekolah tentu saja menyita cukup banyak waktuku, terlebih aku yang seorang anak kost. Maklum, letak rumahku yang cukup "ndeso" membuatku harus mau ngekost. Aku pulang kadang dua minggu atau bahkan satu bulan sekali. Namun dari sinilah aku belajar hidup mandiri, bagaimana kuputar otakku untuk mampu membagi uang antara jajan dan bayar kost-kostan. Untungnya aku termasuk anak yang jujur, yang tak pernah korupsi untuk masalah kebutuhan sekolahan. Yahh ... maklumlah, orangtuaku hanya seorang petani, yang mampu menyekolahkanku tingkat SMA saja sudah bersyukur.

Oke, itu sedikit ulasan tentangku. Di skull aku termasuk murid yang rajin, katanya sih, he he. Aku memiliki dua sahabat yang kemana-mana selalu bersama, bertiga. Mereka adalah si tulalit Indah, dan si kece Mey. Keakraban kami sudah dimulai sejak  pertama kali kami melangkahkan kaki di skull ini. Dan tak terasa, persahabatan kami sudah di tahun yang kedua.

Siang itu, ketika jam istirahat tiba.

"Ra, aku ada film baru, tar pulang skull nonton yuk di rumahku?" kata Indah sambil benerin kaca mata spionnya.

"Film apaan? hayo jangan-jangan .... " celoteh Mey yang duduk di sampingku godain wajah lugu Indah.

"Iihh, jangan ngeres dong, bukan gituan. Memangnya aku cewek apaan" nada suara Indah yang mulai ngambek. Wajahnya semakin lucu kalau sedang ngambek, makanya si Mey suka banget godain dia, kadang juga aku sih.

"Film apaan sih?" tanyaku yang sedari tadi asyik baca komik kartun kesayanganku.

"30 hari mencari cinta" jawab Indah tebar senyuman.

"Kayaknya bagus tuh, oke ... tar pulang skull ketemuan di sini ya?" ujarku sambil melipat lembaran komikku karena bel skull pun sudah berbunyi, dan waktunya kembali berjuang dengan pelajaran.

**

Teng! Teng! Teng!
Akhirnya bel pulang pun berbunyi juga. Suara riuh menyambut nada merdunya, udah kayak anak TK aja, hehehe ... pikirku. Setelah selesai beres-beres semua barang dan buku masuk tas, waktunya untuk cabut. Sesuai janji, rupanya Indah sudah menunggu di tempat yang kami sepakati tadi.

"Mana Mey?" tanyanya mendapati aku yang datang menghampirinya.

"Ahh, palingan masih dandan dulu di toilet" jawabku singkat, "nah itu dia" tambahku

"Jadi kan?" tanya Mey menghampiri aku dan Indah yang sudah cukup kepanasan nungguin dia.

"Yaelah, dari tadi nungguin kamu kaleee" jawabku sambil ngusap peluh yang mulai genit mencumbu keningku.

***

20 menit kemudian. Kami bertiga pun sampai di rumah Indah dengan diantar supir metromini langganan kami. Mang Agus yang suka main mata sama si Mey.

"Pada lapar gak kalian?" tanya Indah ketika kami sudah berada tepat di alun-alun rumahnya.

"Tar aja ahh, udah mana kasetnya. Aku 2 jam lagi mesti balik ada urusan ama bapak" keluh Mey sambil lempar tubuhnya ke atas sofa kuning muda di ruang tamu yang bercat biru manja itu.

"Iya ... iya, bawel" jawab Indah sambil mengeluarkan sebuah kaset VCD bertulis '30 hari mencari cinta'

Jreng!
Dan kaset pun mulai beraksi. Kami bertiga mulai tenggelam menikmati semua adegan di film tersebut. Sesekali wajah geram Indah dan wajah sok manisku ikut mengisi adegan dalam film tersebut. Mey pun tak ketinggalan. Imajinasi kami seakan ikut terbawa dalam film itu.

Inilah kami, para remaja yang masih begitu sering tertipu fiksi maya.

"Wiihh, keren banget" kata Indah sambil peluk guling berwarna merah muda bergambar hello kitty miliknya.

Sementara aku masih melamun, sekedar mengingati adegan yang kusuka dalam film tadi. Sambil senyum-senyum sendiri seolah pelaku dalam adegan itu. Hehehe.

"Ada yang berani taruhan 30 hari mencari cinta gak?" kata Mey tiba-tiba membuyarkan lamunanku.

"Maksudnya?" balas Indah sambil benerin poni ala Betty Laveanya yang dia bilang itu trend masa kini.

"Ya ... kita taruhan siapa yang bisa dapetin cowok selama jangka waktu 30 hari dialah pemenangnya" jelas Mey dengan wajah serius.

Kalau aku sih gak masalah, toh banyak yang suka sama aku, tapi bagaimana dengan Indah, kan dia belum pernah pacaran. Bisikku dalam hati. Kuamati wajah Indah yang menunduk seakan  mencari jawaban, entahlah apa dia berani menerima tantangan taruhan?

"Kalau aku sih gak masalah, tapi Indah?" jawabku sambil menunjuk mata ke Indah.

"Emmm ... kalau aku yang kalah gimana?" tanya Indah tiba-tiba.

"Yang kalah nraktir yang menang makan sepuasnya di Cafe Romansa"  jawab Mey dengan nada pasti.

Glekk! Cafe Romansa.
Itukan Cafe mahal di kota ini. Pikirku. Boro-boro bisa makan-makan di sana, mimpi aja gak pernah. Maklumlah, aku kan anak kost-kostan yang mesti bisa jaga pengiritan uang sengirit-ngiritnya.

"Baiklah aku akan coba" kata Indah meyakinkan dirinya.

Glekk!
Aku hanya mampu menelan ludah. Jika aku yang kalah bagaimana? tanyaku dalam hati. Tapi kan gak mungkin deh kalau aku yang kalah, secara aku kan manis, dan cukup banyak kok yang suka meski masih entahlah. Pikirku sok pede.

Dan akhirnya kami bertiga menyetujui, bahwa sayembara 30 hari mencari cinta dimulai. Dengan beberapa syarat, selama waktu belum habis dalam 30 hari tidak boleh putus, terserah mau gaet korban siapa saja mau pacar orang atau bukan, jadi untuk korban bebas, dan jadian harus resmi pacaran selama dalam waktu yang ditentukan, dan silahkan gunakan cara rayu seperti apapun untuk ngedapetin korban asal incaran bukan incaran lawan.

Hhhh. Sesak nafasku. Siapa yang bakal jadi targetku ya? kalau Mey sih gampang, dengan tampangnya yang paling kece di antara bertiga pasti lebih mudah. Keluhku  sama dinding yang melirikku genit.

Ting!
Ada pesan masuk di hp jadulku yang kubeli bulan lalu second dari temenku yang lagi butuh duit.
"Ra, datang ke rumah bahas soal penerimaan anggota baru sekarang ya? dah pada ngumpul nih" isi pesan dalam layar kaca.
Dialah kakak seniorku yang menjadi pembimbing dalam kegiatan beberapa minggu lagi tentang penerimaan anggota baru PA (Pecinta Alam), yang kebetulan aku terpilih sebagai ketua kegiatan tersebut.

Rupanya sudah banyak yang menungguku di sana, para anggota dan seniorku tentunya. Dengan senyum manis khasku, aku pun berbaur dengan mereka, sedikit canda sebelum membahas tentang kegiatan.

"Oya Ra, kenalin ini Dedi. Dia alumni PA, mungkin kamu akan butuh sesuatu tentang materi atau jadwal kegiatan sama beliau" ucap Kak Farukh, kakak seniorku.

"Rara" kataku sambil ulurkan tangan jabat tangan alumni tersebut yang bernama, Dedi.

Ahh, senyumnya. Buat jantungku seakan berhenti berdetak seketika.

Waktu pun berlalu, pembahasan selesai. Beberapa anak-anak pun mulai berpamitan untuk pulang, dan tinggal aku, Kak Faruhk, dan Kak Dedi.

"Udah mo maghrib nih Kak, aku pamit pulang ya?" pintaku sambil membereskan lembaran-lembaran hasil rapat di meja.

"Rumahmu mana Dek?" tanya Kak Dedi lemah lembut dengan senyum yang ahhh ... bisa mati berdiri aku jika terus dihidangin senyuman semanis itu. Bisikku dalam hati.

"Eemm ... saya ngekost Kak, dekat sini kok, paling naik angkot gak sampe 10 menit" jawabku penuh rasa tak karuan.

"Aku yang antar ya? dah jam segini angkot sepi" katanya menawarkan jasa.

Jlebb!
Haduuhh, hatiku tertusuk, tertusuk pesonanya. Aku hanya diam sambil menunduk mencari jawaban.

"Okee bro, kamu anterin saja dia, dia anak baik kasihan kalau sampai ada yang culik" kata Kak Farukh yang tiba-tiba ada di antara kami.

Aku hanya tersenyum malu mendengar ucapan Kak Farukh tentangku.

Dan akhirnya aku dianterin juga sama Kak Dedi. Ternyata di balik wajah tampannya, tiada tersembunyi kesombongan atau "jaim" seperti yang cowok ganteng biasanya. Sepanjang perjalanan kami bercanda, saling tanya dan bercerita.

"Mampir dulu Kak?" basa-basiku ketika kami sudah sampai di depan rumah kost-ku.

"Lain kali aja Dek, sudah maghrib" jawabnya penuh keramahan, ahh klepek-klepek hatiku.

"Terimakasih ya Kak" balasku dengan senyuman. Aku pun hendak masuk ke dalam rumah---

"Ehh Dek, boleh kuminta nomer hapemu?" kata Kak Dedi agak sedikit bimbang.

Setelah berpikir yang gak cukup lama, akhirnya aku pun berbalik badan, dan memberinya secarik kertas putih yang sudah ku tulis nomer hapeku di atasnya.

Rasa bahagia mulai menjalar di sekujur hatiku, ketika kami mulai dekat dan dekat. Barangkali aku, telah jatuh cinta.


To be continues ...